Sabtu, 29 Desember 2012

REVIEW JURNAL EKONOMI KOPERASI 5


Review 8
EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN DAN LATIHAN PADA KOPERASI PONDOK PESANTREN
Diringkas oleh : Burhanuddin R.


VII. Hasil dan Pembahasan Kajian 
Profil Kopontren di Lokasi Sampel
Dari hasil sego setting wilayah penelitian, data kajian diperoleh wilayah Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur, dan secara keseluruhan meliputi beberapa daerah tingkat dua yaitu, Kabupaten Sukabumi, Tasikmalaya, Subang, Cirebon, Bekasi, Madiun, Kediri, Malang, Situbondo dan Jombang. Dari segi kualitas, jumlah Kopontren di Indonesia menurut data Proyek Peningkatan Ponpes Departemen Agama terdapat sekitar 1.400 unit dan tidak kurang dari 30 persen berada di Provinsi Jawa Timur, kemudian sekitar 17 persen diantaranya berlokasi di Jawa Barat. Khusus di provinsi Jawa Timur, sebanyak 53 persen ponpes berada di lokasi pemukiman, sekitar 23 persen berlokasi di daerah pertanian, 15 persen di daerah pegunungan, masing-masing sekitar lima persen di daerah tepian sungai dan di kawasan pantaidua persen didaerah industri dan kurang dari satu persen berada di daerah pedalaman. Sedangkan di Provinsi Jawa Barat, sekitar 47 persen berdekatan dengan lokasi pemukiman, 32 persen berlokasi di daerah pertanian, kemudian disusul 17 persen didaerah pegunungan, masing-masing sekitar 3 persen di daerah tepian sungai dan si kawasan pantai, dua persen di daerah industry dan kurang dari satu persen berlokasi di daerah pedalaman. Hal ini mengindikasikan potensi Kopontren untuk berinteraski dengan masyarakat di sekitarnya ternyata cukup besar.

Aspek Jenis Pelatihan
Kategori Diklat yang diselenggarakan untuk Kopontren terbagi atas dua, yakni pelatihan untuk Pengurus Kopontren dan Pimpinan Ponpes, kemudian pelatihan untuk Pengurus Kopontren dan Pimpinan Ponpes, kemudian pelatihan untuk Pelatih Manajer, dan Pejabat Dinas/Pembina. Sedangkan jenis pelatihan yang telah dilaksanakan Kementrian KUKM adalah sebagaimana tercantum dalam tabel berikut.

Tabel 1. Jenis-jenis pelatihan yang telah diselenggarakan


Jenis Pelatihan ini adalah akumulasi dari Diklat yang pernah diikuti, dan tidak semua responden mengikuti seluruh jenis pelatihan tersebut.
Berdasarkan sebaran data untuk jenis pelatihan yang pernah diikuti diperoleh gambaran sebagai berikut :
Diklat Kewirausahaan diikuti oleh 65 orang anggota kopontren (40,1 persen), Pelatihan untuk Pengelola Koperasi sejumlah 54 orang (33 persen), Manajemen Simpan PinjamPola Syariah 52 orang (32,1 persen), selebihnya frekuensi intensitasnya kurang dari 10 persen.
Pimpina Ponpes yang mengikuti jenis pelatihan Kewirausahaan sejumlah 18 orang(56,3 persen), MAnajemen Simpan Pinjam POla Syariah 16 orang(50,0 persen), selebihnya frekuensi intensitas keikutsertaannya kurang dari 20 persen.
Pengurus Kopontren yang mengikuti jenis Pelatihan Manajemen Keuangan Koperasi sebanyak 36 orang(49 persen), Kewirausahaan sejumlah 32 orang (43,2 persen), Pelatihan Usaha Simpan Pinjam 54 orang(33 persen), Manajemen Simpan Pinjam Pola Syariah 52 orang(32,1 persen), selebihnya frekuensi intensitas keikutsertaannya kurang dari lima persen.
Pelatih yang menyatakan jenis pelatihan yang pernah dilaksanakan Manajemen Keuangan Koperasi dan Kewirausahaan sejumlah 18 orang(62,1 persen), Bisnis/Strategi Pengembangan Usaha sejumlah 15 orang (51,7 persen), Pelatihan untuk Pengelolaan Koperasi 13 orang(44,8 persen), selebihnya frekuensi intesitas pelaksanaannya kurang dari 10 persen.
Manajer Pelatihan seluruhnya telah melaksanakn jenis pelatihan Manajemen Keuangan Koperasi sejumlah 12 orang(100 persen), Kewirausahaan sejumlah 8 orang(66,7 persen), Bisnis/Strategi Pengembangan Usaha dan Pelatihan untuk Pengelola Koperasi sejumlah 7 orang (58,3 persen).

Asepek Jenis Pelatihan yang Mendukung Usaha Kopontren
         Berdasarkan sebaran data dari hasil penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai berikut :

  1. Peserta Pelatihan yang menyatakn jenis pelatihan yang mendukung usaha Kopontren: Kewirausahaan sejumlah 54 dari 162 orang (33.3 persen), Manajemen Simpan Pinjam Pola Syariah 52 orang (32,1 persen), selebihnya menyatakn kurang mendukung usaha Kopontren.
  2. Pimpinan Ponppes yang menyatakan jenis pelatihan yang mendukung usaha Kopontren : Manajemen Simpan Pinjam Pola Syariah 19 orang (59,4 persen), Kewirausahaan 16 orang (50 persen), selebihnya menyatakan kurang mendukung.
  3. Pengurus Kopontren yang menyatakan jenis pelatihan yang mendukung usaha Kopontren : Manajemen Keuangan Koperasi sejumlah 42 orang (56,8 persen), Manajemen Simpan Pinjam Pola Syariah 32 orang(43,2 persen), selebihnya menyatakan kurang mendukung.
  4. Pelatih yang menyatak jenis pelatihan yang pernah dilaksanakan dan mendukung usaha Kopontren : Pelatihan Perkoperasian sejumlah 19 orang (65,5 persen), Kewirausahaan sejumlah 17 orang (58,6 persen), selebihnya frekuensi intesitas jawabannya kurang.
  5. Manajer Pelatihan : yang menyatakan jenis pelatihan yang pernah dilaksanakan dan mendukung usaha Kopontren : Manajemen Keuangan Koperasi sejumlah 8 orang (66,7 persen), Kewirausahaan sejumlah 7 orang (58,3 persen)
  6. Rata-rata PEjabat Dinas menyatakan jenis pelatihan yang mendukung usaha Kopontren adalah : Manajemen Simpan Pinjam POla Syariah sejulah 8 orang (57,1 persen), Bisnis Plan/Strategi Pengembangan dan Manajemen Keuangan Koperasi sejumlah 7 orang (50 persen)


Aspek Kendala Pelatihan
         Intensitas jawaban responden dalam menjawab kendala dari segi input yang pernah mereka alami selama mengikuti pelatihan dapat dinarasikan bahwa sebagian besar responden menjawab sebagai berikut :
Tidak seimbangnya antara Penyampaian Teori dan Praktik Lapangan sejumlah 158 orang (48,9 persen)
Tugas Praktik Lapangan Kurang Diperhatikan, sejumlah 147 orang (45,5 persen)
Materi Kurang Mengarah Pada Pengembangan Usaha Kopontren sejumlah 115 orang (35,5 persen)


Aspek Penyelenggaraan Pelatihan
Menurut responden dari kalangan pesantren, penyelenggara pelatihan koperasi yang pernah mereka ikuti adalah : Dinas Koperasi tingkat Provinsi, Balatkop, Pemda Provinsi, Kementrian KUKM, LSm Perguruan Tinggi dan Pengurus Kopontren itu sendiri. Berdasarkan sebaran data yang diperoleh dapat dideskripsikan sebagai berikut.

  • Dilakssanakan oleh Balatkop, sejumlah 146 orang (45,2 persen)
  • Dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten/Kotamadya, sejumlah 131 orang (40,6 persen)


Aspek Penyelenggaraan Pelatihan Terbaik
Intesitas jawaban responden dalam menjawab penyelenggaraan pelatihan terbaik dinarasikan sebagai berikut :

  • Dilaksanakan oleh Baltkop, sejumlah 162 orang (50,2 persen)
  • Dilaksanakn oleh Pemda kabupaten/Kotamadya, sejumlah 65 orang (20,1 persen)


Aspek Dampak Pelatihan
Dampak pelatihan bagi Kopontren dapat dinilai oleh responden dari sisi pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang paling terlaksana dengan lebih baik di lingkungan Kopontren. Dari hasil penilaian ini ternyata sebagian besar reesponden menjawab :
Pengelolaan Usaha Sipan Pinjam menjadi lebih baik, sejumlah 113 orang (35 persen)
Pengeloalaan Administrasi/Tata Usaha Kopontren menjadi lebih baik, sejumlah 63 orang(19,5 persen)

Aspek Saran dan Harapan Terhadap Pelatihan
Dari hasil penelitian ini diperoleh rata-rata terbesar jawaban responden yang menilai bahwa pihak yang dianggap mampu meningkatkan ketrampilan dan pengembangan bagi Kopontren adalah yang dilaksanakan dalam bentuk kerjasama antara pemerintah pusat dengan Pemerintah Otonomi Daerah setempat. Sedangkan dari sisi penyelenggara diklat non pemerintah sejumlah 216 orang (66,9 persen) member jawaban bahwa yang diharapkan memberikan pelatihan bagi Kopontren adalah Dekopin dan Perguruan Tinggi (83 orang atau 2,7 persen). Terkait dengan Program Pelatihan, tanggapan responden terhadap perbaikan atau penyempurnaan yang perlu di antisipasi adalah sebagai berikut :

  1. Mutu Pelatih, dari sejumlah 164 responden ( 50,8 persen)
  2. Uang saku PElatihan, sejumlah 161 orang (49,8 persen)
  3. Anggaran Biaya, sejumlah 154 orang (47,7 persen)
  4. Kurikulum Pelatihan, sejumlah 140 orang (44 persen)
  5. Metode Pelatihan, sejumlah 140 orang (43,3 persen)
  6. Kelengkapan Peralatan Pelatihan, sejumlah 130 orang (40,2 persen)
  7. Bahan-bahan Pelatihan, 109 orang (33,7 persen)
  8. Waktu Pelatihan, 105 orang (32,5 persen)

         Mengenai waktu atau lama pelaksanaan Diklat bagi Kopontren, rata-rata responden (147 orang atau 45,5 persen) menjawab lama pelaksanaan pelatihan yang efektif dan diinginkan adalah tidak lebih dari tujuh hari(1 minggu).

Analisis Hubungan antara Input Pelatihan dengan Hasil Pelatihan Ditinjau dari Kinerja Kopontren
Pengukuran dilakukan dengan probabilitas uji Vhi-Square dan hasil uji menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara input pelatihan yang diterima dengan kinerja Kopontren. Input pelatihan dimaksud adalah materi, metode, teori, praktek lapangan, sarana dan prasarana pelatihan, format pelaksanaan pelatihan dan pengembangan wacana koperasi yang berhubungan dengan kemapuan peserta, mudah menyelesaikan tugas dan tanggung jawab serta menyesuaikan diri dengan lingkungan usaha Kopontren atau instasi lain
        Tingkat keeratan Hubungan Input Pelatihan dengan Hasil Pelatihan daeri segi kinerja Kopontren, diperoleh dari nilai koefisien kontingensi diantara dua variable sebesar 0,476 yang berarti hubungan anatara kedua variable memiliki tingkat keberlakuan ini menyatakan bahwa kemungkinan (probabilita) keberlakuan hubungan dengan nilai 0,476 adalah sebesar 99,99 persen.
        Analisis Hubungan Antara Input Pelatihan dengan Pengetahuan Perkoperasian Pasca Pelatihan, dilakukan melalui uji Chi-square. Hasil analisis menyajikan kesimpulan bahwa terdapat hubungan anatara input pelatihan yang diterima dengan pengetahuan Perkoperasian Rsponden PAsca Paltihan. Artinya, Materi, metode, teori, praktek lapangan, sarana dan prasarana pelatihan, format pelaksanaan pelatihan dan pengembangan wacana koperasi berhubugan dengan pengelolaan usaha jasa dan barang, simpan pinjam, penjualan/pemasaran pengelolaan bahan baku, pendidikan dan latihananggota Kopontren, administrasi dan tata usaha, pengelolaan teknik produksi, keuangan dan pergudangan.
        Tingkat keeratan kedua variable tersebut diperoleh dari nilai koefisien kontingensisebesar 0,458 yang berarti hubungan anatara kedua variable me iliki tingkat yang cukup/sedang, dengan tingkat keberlakuan sebesar 0,001. Tingkat keberlakuan ini menyatakan kemungkinan (probabilita) keberlakuan hubungan dengan nilai sebesar 0,459 adalah 99,99 persen.
Nalisi Hubungan Antara Input Pelatihan dengan Sosialisasi Pengetahuan Perkoperasian Pasca Pelatihan, berakhir pada kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara input pelatihan yang diterima dengan Sosialisasi responden terhadap Pengetahuan Perkoperasian yang telah diterima. Artinya materi, metode, teori, praktek lapangan, sarana dan prasarana pelatihan, format pelaksanaan pelatihan dan pengembangan wacana koperasi tidak berpengaruh terhadap upaya penerapan hasil pelatihan perkoperasian bagi warga peasantren lainnya.
         Tingkat keeratan kedua variable ini diperoleh dari nilai koefisien kontingensi yakni sebesar 0,309 yang berarti hubungan antara kedua variable memiliki kekuatan cukup/sedang, dengan tingkat keberlakuan sebesar 0,456. Tingkat keberlakuan ini menyatakan kemungkinan (probabilita) keberlakuan hubungan dengan nilai sebesar 0,456 adalah 54,5 persen
         Analisi Input Pelatihan dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat (kemitraan Koperasi) memberikan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara input yang diterima dengan Partisipasi Masyarakat terhadap Kopontren (Kemitraan Kopontren). Artinya materi, metode, teori, praktek lapangan, sarana dan prasarana pelatihan, format pelaksanaan pelatihan dang pengembangan wacana koperasi berpengaruh terhadap upaya perluasan mitra kerja usaha (partisipasi masyarakat) Kopontren.
         Tingkat keeratan kedua variable ini diperoleh dari nilai koefisien kontingensi yakni sebesar 0,015 yang berarti hubungan antara kedua variable memiliki kekuatan cukup/sedang, dengan tingkat keberlakuan sebesar 0,015. Tingkat keberlakuan ini menyatakan kemungkinan (probabilita) keberlakuan hubungan dengan nilai sebesar 0,015 adalah 98,5 persen.
Analisis Input Pelatihan dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat (kemitraan Koperasi) memberikan kesimpulan bahwa adanya hubungan antara input yang diterima dengan proses belajar mengajar selama pelatihan perkoperasian berlangsung. Artinya materi, metode, teori, praktek lapangan, sarana dan prasarana pelatihan, format pelaksanaan pelatihan dang pengembangan wacana koperasi berpengaruh terhadap kesempurnaan proses belajar mengajar yang dialami peserta selama pelatihan berlangsung (training on going process).
        Tingkat keeratan kedua variable ini diperoleh dari nilai koefisien kontingensi yakni sebesar 0,710 yang berarti hubungan antara kedua variable memiliki kekuatan cukup/sedang, dengan tingkat keberlakuan sebesar 0,001. Tingkat keberlakuan ini menyatakan kemungkinan (probabilita) keberlakuan hubungan dengan nilai sebesar 0,000 adalah 99,99 persen.
        Analisis Input Pelatihan dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat (kemitraan Koperasi) memberikan kesimpulan bahwa tidaka ada hubungan antara input pelatihan yang diterima dengan pembinaan hasilpelatihan perkoperasian yang ada. Artinya materi, metode, teori, praktek lapangan, sarana dan prasarana pelatihan, format pelaksanaan pelatihan dan pengembangan wacana koperasi tidak gigih mengupayakan pembinaan hasil penyuntikan modal usaha bagi Kopontren yang mengalami kesulitan, pembinaan mutu hasil usaha, jaringan pemasaran dan kedisplinan.
        Tingkat keeratan kedua variable ini diperoleh dari nilai koefisien kontingensi yakni sebesar 0,628 yang berarti hubungan antara kedua variable memiliki kekuatan cukup/sedang, dengan tingkat keberlakuan sebesar 0,053. Tingkat keberlakuan ini menyatakan kemungkinan (probabilita) keberlakuan hubungan dengan nilai sebesar 0,628 adalah 94,7 persen.
        Analisis terhadap hubungan anatara Input Pelatihan dengan Sikpa Untuk Pelatihan Mendatang, memberikan suatu kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara input pelatihan yang diterima dengan sikap untuk pelatihan yang diterima dengan sikap untuk platihan perkoperasian mendatang. artinya materi, metode, teori, prkatek lapangan, sarana dan prasarana pelatihan, format pelaksanaan pelatihan dan pengembangan wacana koperasi tidak memiliki perbedaan yang mendasar diantara sesama responden dari pelbagai pihak tentang memandang urgennya pelatihan sejenis dilanjutkan untuk masa yang akan datang. dengan kata lain umumnya responden memandang pelatihan perkoperasian masih perlu dlanjutkan dengan banyak perbaikan.
         Adapun nilai koefisien yang menjadi indikator tingkat keeratan kedua variabel tersebut adalah sebesar 0,264 yang berarti hubungan antara kedua variabel memiliki tingkat kekuatan yang rendah, dengan tingkat keberlakuan sebesar 0,310. Tingkat keberlakuan ini menyatakan kemungkinan (probabilita) keberlakuan hubungan dengan niali sebesar 0,264 adalah 69 persen pada populasi responden penelitian.
         Dinilai dari hubungan variabel-variabel dan tingkat ketepatan hipotesis tersebut, terdapat makna bahwa input tercapai manakala peserta, pelatih, materi sesuai dengan persyaratan kompetensi dasar. Sementara itu proses akan menopang program apabila metode, alat bantu (media), penggunaan waktu serta sarana relevan. output melukiskan penguasaaan pengetahuan dari peserta pelatihan. Outcome diperlihatkan oleh ketrampilan peserta mengeloal pesantren, impact terlihat dari perkembangannya dan peningkatan peran masyarakat sekitar terhadap kehidupan koperasi.
         Dalam Penyusunan Program sebaiknya terlebih dahulu diselenggarakan semiloka bersama stakeholder (Kopontren) dan perguruan tinggi terkait sehingga program menyentuh kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelatihan (Botton Up Oriented). Tempat pelatihan sebaiknya diadakan secara bergilir di pesantren-pesantren yang meiliki Kopontren dengan perkembangan positif dan memiliki fasilitas untuk penginapan bagi sejumlah peserta. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan Diklat tidak terkesan terlalu formal dan penuh keakraban. Di sisi lain pendekatan tersebut memungkikan pengenalan dari dekat terhadap kegiatan Kopontren setempat sehingga dapat menjadi pendorongan serta acuan bagi peserta dari Pesantren lain.
         Bagi peserta pelatihan yang breprestasi hendaknya diberikan semcam rewards seperti pembinaan dan bantuan untuk pemupukan modal usaha serta perluasan jaringan kemitraan dan pemasaran. Pelatihan perkoperasian memerlukan perbaikan program pelatihan dengan focus pada perbaikan kurikulum pelatihan, mutu atau kopotensi pelatih/instruktur, seta rentang waktu pelatihan sekita tujuh hari (satu minggu). Pihak Kementrian KUKM hendaknya mensponsori efektifitas jaringan keorganisasian Kopontren sehingga terdapat peluang untuk meningkatkan sinergi pengembangan Kopontren dengan saling member informasi tentang potensi pengembangan masing-masing anggota.


NAMA             : Sarah Alifah
KELAS/NPM    : 2EB09/27211891
TAHUN            : 2011-2012







Tidak ada komentar:

Posting Komentar