Selasa, 14 Oktober 2014

Tugas 1 (Etika Profesi Akuntansi)


Etika  Bisnis
A.  Pengertian Etika
Etika merupakan kata yang berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu asal katanya adalah “Ethos” yang berarti kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berfikir. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak(moral). Terdapat beberapa pemahaman mengenai etika, yaitu :
1.       Etika merupakan ajaran kesusilaan dan menciptakan akal.
2.    Etika merupakan refleksi dari ajaran moral
3.    Usaha sistematis dengan menggunakan rasio untuk menafsirkan pengalaman moral individu dan moral sosial sehingga dapat menentukan aturan untuk mengendalikan perilaku manusia.
Istilah etika itu sendiri sering diartikan sebagai suatu perbuatan standar (standard of conduct) yang memimpin individu dalam membuat keputusan. Sedangkan “Etik” merupakan suatu studi mengenai yang benar dan yang salah dan pilihan moral yang dilakukan. Keputusan Etik adalah suatu hal yang benar mengenai perilaku standar.

B.  Pengertian Etika Bisnis
Menurut Velasquez, 2005 Etika Bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan yang salah. Studi ini berkosentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi dan perilaku bisnis.
Dalam arti lain Etika Bisnis juga memiliki pengertian yaitu cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya itu harus telah mencakup bagaimana menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hokum yang berlaku dan tergantung pada kedudukan individu maupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis itu sendiri mencakup hubungan persahaan dengan orang yang telah menginvestasikan uangnya didalam perusahaan, dengan konsumen, dengan pegawai, dan juga dengan kreditur dan pesaing. Berikut ini akan dijelaskan mengenai hubungan antara etika bisnis dan yang menjadi objek-objek yang berhubungan dengan etika bisnis.
a.     Orang yang menanamkan uang atau investor menginginkan manajemen dapat mengelola perusahaan dengan berhasil sehingga dapat menghasilkan keuntungan bagi mereka
b.     Konsumen menginginkan agar perusahaan menghasilkan produk yang bermutu yang dapat dipercaya dan dengan harga yang layak.
c.     Para karyawan menginginkan agar perusahaan mampu membayar balas jasa yang layak bagi kehidupan mereka, memberikan kesempatan naik pangkat atau promosi jabatan.
d.     Pihak kreditur mengharapkan agar semua hutang perusahaan dapat dibayar tepat pada waktunya dan membuat laporan keuangan yang dapat dipercaya dan dibuat secara teratur.
e.     Pihak pesaing mengharapkan agar dalam persaingan dilakukan secara baik, tidak merugikan dan mengahcurkan pihak lain.
 Pihak-pihak yang berkecimpung di dunia bisnis diharapkan mampu untuk bertindak secara etis dalam berbagai aktivitasnya dalam kegiatan bisnis di masyarakat.
Dalam ketentuan yang diatur oleh hukum secara lebih luas, etika bisnisn merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan dengan standar minimal ketentuan hukum. Hal itu dikarenakan dalam suatu kegiatan bisnis seringkali dijumpai wilayah yang abu-abu atau tidak jelas yang tidak diatur oleh ketentuan hukum. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang memiliki etika didalamnya. Maksud dari pengertian tersebut adalah bisnis yang baik yaitu bisnis yang memiliki kinerja yang unggu dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika yang sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika bisnis berkaitan dengan usaha membangun kepercayaan antara masyarakat dengan perusahaan, dan ini merupakan elemen yang sangat penting untuk kesuksesan suatu bisnis dalam waktu jangka panjang. Selain itu etika bisnis juga dpat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang wirausaha lebih baik merugi daripada melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Karena apabila wirausahawan didalam perusahaannya tersebut dapat menjaga etikanya, maka reputasi perusahaan tersebut dapat terlindungi.
Etika bisnis kadang-kadang disebut pula etika manajemen,yaitu penerapan standar moral dalam kegiatan bisnis.. masalah etika selalu dihadapi oleh para manajer dalam keseharian bisnis, namun harus dijaga terus-menerus, sebab reputasi sebuah perusahan yang etis tidak dibentuk dalam jangka waktu pendek akan tetapi akan terbentuk dalam jangka waktu panjang. Dan ini merupakan suatu aset yang tak ternilai sebagai goodwill bagi sebuah perusahaan. Suatu trademark istimewa dalam competitive advantage.
Dalam menciptakan etika bisnis, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1.       Pengendalian diri
2.    Pengembangan tanggung jawab sosial (social responbility)
3.    Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
4.    Menciptakan persaingan yang sehat.
5.    Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6.     Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komis)
7.    Mampu menyatakan itu benar
8.     Menumbuhkan sikap saling percaya antar golongan pengusaha kuaat dan golongan pengusaha ke bawah
9.     Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
10.    Menumbuhkan kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.
11.      Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.

Didalam etika terdapat jenis masalah yang dihadapi, diantaranya :
1.     Sistematik
Masalah sistematik dalam etika bisnis yaitu pertanyaan-pertanyaan yang etis yang muncul mengenai sistem ekonomi politik hukum dan sistem sosial lainya dimana bisnis beroperasi
2.   Korporasi
Permasalahan korporasi dalam sebuah bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalah ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan
3.   Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.
Menurut Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Management Journal (1988) yang berjudul Managerial Ethics Hard Decision on Soft Criteria, terdapat tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika kita, yaitu :
·        Utilitarian Approach : Setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu dalam melakukan sesuatu seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberika manfaat yang besar kepada masyarakat, dengan cara yang tidak mebahayakan dan dengan biaya yang serendah-rendahnya.
·        Individual Rights Approach : Setiap individu dalam tindakan dan kelakuannya memiliki dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
·        Justice Approach : Para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama dan bertindak adil dala memberikan pelayanan kepada pelangga baik secara perseorangan ataupun secara berkelompok.

C.  Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Tujuan dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang. Untuk melakukan itu, penting bahwa semua karyawan dipapan dan bahwa kinerja mereka dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan. Perilaku karyawan, bagaimanpun dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal diluar bisnis. Pemilik usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat sinyal masalah.
§  Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan.
§  Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Disisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka. Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian.
§  Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu
Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.


D.  Kesaling-Tergantungan Antara Bisnis Dan Masyarakat
Alam telah mengajarkan kebijaksanaan tentang betapa hubungan yang harmonis dan kesalingtergantungan itu adalah amat penting. Bumi tempat kita berpijak, masih setia bekerja sama dan berkolaborasi dalam tim dan secara tim dengan planet-planet lain, namun penghuninya kebanyakan telah berjalan sendiri-sendiri. Manusia yang konon khalifah di bumi, merasa sudah tidak membutuhkan manusia lainnya. Bukanlah kesalingtergantungan yang dibina, melainkan ketergantungan yang terus diusung. Kesalingtergantungan bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia bekerjasama, bergotong-royong dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan. Tidak akan tercipta sebuah gotong-royong jika manusia terlalu percaya kepada keunggulan diri dibanding yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku, ekonomi dsb.
Wajah Indonesia yang carut marut dewasa ini adalah karena terlalu membuncahnya subordinasi relasi manusia atas manusia lain. Negara telah dikuasai oleh jenis manusia yang memiliki mentalitas pedagang. Pucuk kekuasaan telah disulap menjadi lahan bisnis, dimana dalam dunia bisnis maka yang dikenal adalah tuan dan budak, majikan dan buruh. Dalam hal ini, yang tercipta adalah iklim ketergantungan, bukan kesalingtergantungan.
Di negara lain, kelas proletar yang dahulu diperjuangkan, toh setelah meraih kekuasaan, pada gilirannya ia menjelma menjadi kelas yang istimewa, yang rigid terhadap kritik. Hukum diselewengkan, dan bui menjadi jawaban praktis bagi para oposan. Proletar melakukan kesalahan yang sama dengan borjuis yang dilawannya habis-habisan. Jika borjuis menggunakan sentimen agama untuk mengelabui rakyat jelata, maka proletar menganggap agama sebagai candu rakyat. Yang satu mengatasnamakan agama, yang lainnya mengatasnamakan rakyat miskin. Namun keduanya memiliki tujuan yang sama: kekuasaan. Kekuasaan negara, dan juga agama telah menjadi petualangan bisnis, dimana siapa saja yang berkuasa maka kekayaan hendak menumpuk dalam istananya dengan benteng menjulang, sementara secuil saja kekayaan yang dinikmati mereka yang bekerja keras.
Di abad yang lalu, orang-orang Eropa yang berasal dari Belanda, Inggris, Spanyol dan Portugis mengunjungi Asia termasuk negeri ini muasalnya bertujuan untuk berdagang dengan penduduk setempat. Mereka melakukan kerjasama bisnis dengan penduduk lokal dan beberapa elit penguasa. Pada mulanya mereka menikmati peran sebagai partnerbisnis, lambat laun peran ini dianggap tidak lagi menarik. Mereka pun berubah menjadi majikan, dan kelak menjajah dan memperbudak bangsa ini hingga ratusan tahun untuk mempertahankan posisi itu dan menciptakan ketergantungan penduduk lokal kepada mereka. Rupanya peran yang belakangan lebih menarik dan lebih menantang.
Perbudakan adalah sesuatu yang tidak alami, menyalahi takdir sebagai manusia. Setiap manusia berhak atas kebebasan. Namun pola perbudakan semacam itu kiranya tidak lekang oleh zaman,. meski bentuknya diubah sedikit supaya lebih beradab. Perbudakan dewasa ini lebih modern, kendati tetap ditempuh dengan cara-cara yang zalim.
Apalagi di Indonesia yang masyarakatnya kebanyakan beragama bukan karena kesadaran melainkan telah ditentukan orangtua sejak lahir, maka agama lagi-lagi merupakan alat yang nyaris selalu laris untuk memuluskan tujuan-tujuan tersebut. Lembaga keagamaan dan negara berkonspirasi untuk memperbudak jiwa manusia.
Di negeri ini, berapa banyak fatwa mufti negara, undang-undang dan peraturan daerah bernuansa agama yang tidak masuk akal yang menghendaki rakyat senantiasa bergantung kepada mereka? Keadaan demikian menciptakan kericuhan di dalam masyarakat akibat hiperregulasi, karena tingkat kepatuhan masyarakat menurun. Keamanan menjadi barang yang mahal. Kepergian para investor karena merasa tidak aman memperparah perekonomian Indonesia.
Dalam keadaan collapse akhirnya kita memiliki ketergantungan yang tinggi kepada negara luar. Kucuran dana negara asing kepada kita bukanlah sesuatu yang gratis. No free lunch. Dana punia dan pinjaman mereka seraya mendesakkan kepentingan dan agenda mereka, tidak bisa dipungkiri. Barangkali Paman Sam dengan kapitalismenya, maka Arab Saudi yang setia dengan garis iman Wahhabi tentunya akan mendesakkan agenda mereka kepada Indonesia.
Pemikiran-pemikiran sekuler Barat yang telah merasuki dunia Islam misalnya, dengan ideologi kapitalisme yang mengurung sendi-sendi perekonomian umat Islam telah menjadikan dunia Islam menjadi terpuruk dengan ketergantungan yang tinggi terhadap Barat. Sebagai jalan keluar, sebagian orang sering mengalami eskapisme untuk memasuki dunia “pasti” yang menentramkan hati. Jalan yang diambil adalah dengan penyerahan diri kepada sebuah “otoritas transedental” (baca: otoritas mufti negara) yang menjanjikan kesenangan eskatologis.
Sebagian yang lain meresponnya dengan melakukan tindakan-tindakan anarkis dan vigilantisme. Seperti pernah dituturkan Amrozi dalam Koran Tempo tahun 2003, peledakan bom Bali adalah untuk menjaga kehidupan beragama. Pola relasi negara kita dengan negara luar layak dibenahi. Bangsa kita harus memiliki keberanian yang cukup untuk bisa pula mendesakkan cita-cita negara kita sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 kepada mereka. Bangsa kita harus memiliki nyali yang cukup untuk menolak agenda mereka yang bisa merusak kemerdekaan yang telah susah payah diraih. Hubungan luar negeri kita harus berubah dari ketergantungan, menjadi kesalingtergantungan, sebagai bangsa-bangsa yang sejajar dan sederajat. Kemerdekaan dan kebebasan saja belum cukup, namun saat ini penting kemerdekaan untuk hidup merdeka, kebebasan untuk hidup bebas. Setiap orang warga negara ini, bahkan warga seluruh dunia memiliki kebutuhan individu. Kebutuhan akan makan, tempat tinggal yang nyaman, pekerjaan dsb sejatinya bukanlah kebutuhan individu atau segelintir orang saja, melainkan seluruh orang yang hidup di dunia ini membutuhkannya. Setiap orang tidak akan mampu mencukup kebutuhannya sendiri tanpa semangat gotong-royong, kesalingtergantungan, kerjasama, kolaborasi dengan orang lain.

E.  Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Etika bisnis dalam suatu perusahaan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu bisnis yang kokoh dan kuat dan mempunyai daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai yang tinggi. Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Tolak ukur dalam etika bisnis adalah standar moral. Seorang pengusaha yang beretika selalu mempertimbangkan standar moral dalam mengambil keputusan, apakah keputusan ini dinilai baik atau buruk oleh masyarakat, apakah keputusan ini berdampak baik atau buruk bagi orang lain, atau apakah keputusan ini melanggar hukum.
Dalam menciptakan etika bisnis perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain  pengendalian diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, mampu menyatakan hal yang benar, Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah, Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama dan lain sebagainya.

F. Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis
1.       Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.    Masa Peralihan: tahun 1960-an
Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3.    Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4.    Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5.     Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
Tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.

G.  Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik.

H.  Beberapa contoh dari bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang berada di Indonesia adalah :
1.       Anti nyamuk HIT yang menggunakan pestisida.
2.    Semburan lumpur dan gas di Sidoarjo oleh Lapindo Branas karena tidak menggunakan pengaman pada saat pengeboran.
3.    Produksi rokok yang terus meningkat seiring dengan promosi iklannya yang menarik. Seharusnya jika kita ingin Negara ini bersih dan sehat produsen rokok tidak membuat iklan sebagus dan semenarik itu dan seharusnya iklan tersebut dibuat dengan akibat yang ditimbulkan dari rokok itu sendiri.
4.    Pemalsuan merk dagang palsu di Surabaya (Jawa Pos, mei 2009)
5.    Susu dan makanan bayi yang terkontaminasi bakteri enterobacter sazakii yang dapat menyebabkan radang selaput otak dan usus.
6.     Telkomsel di duga melakukan Manipulasi iklan Talkmania.
7.    Indomie mengandung zat methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat).
.

Sumber :