Selasa, 14 Mei 2013

Review Jurnal Aspek Hukum dalam Ekonomi

Review 2

MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR PENGADILAN
Sugiatminingsih
STIH Sunan Giri Malang


MEDIATOR
Seperti disebutkan diatas, mediasi bukan pranata hukum, melainkan pranata sosial. Karena itu, pekerjaan mediasi bukanlah pekerjaan di bidang hukum, walaupun pekerjaan paling utama menyelesaikan sengketa hukum. Karena itu mediator tidak harus ahli hukum. Seorang ahli lingkungan (bukan ahli hukum lingkungan), seperti seorang ahli biologi, ahli kehutanan dapat menjadi mediator yang sangat baik menyelesaikan sengketa lingkungan. Syarat utama mediator adalah kemampuan mengajak dan meyakinkan pihak yang bersengketa untuk mencari jalan terbaik menyelesaikan sengketa mereka (keahlian dalam teknik mediasi). Seorang ahli ekonomi dapat menjadi mediator yang baik Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan 137 menyelesaikan sengketa bisnis dengan berbagai perhitungan resiko ekonomi kalau berperkara ke pengadilan. Alhasil, pekerjaan mediasi terbuka bagi semua orang, termasuk ulama atau tokoh masyarakat. Pendekatan sosial atau keagamaan dapat menjadi pangkal tolak menyelesaikan sengketa keluarga (baik keluarga kecil atau keluarga besar), tanpa harus menyentuh ketentuan hukum tertentu. Seperti diuraikan di muka, yang harus disentuh dalam mediasi ada rasa keadilan atau kepatutan.

LINGKUNGAN MEDIASI
Lingkup mediasi tidak semata-mata perkara besar (dalam arti sosial atau ekonomi), contoh contoh berbagai perkara sederhana dan atau kecil yang berlanjut sampai ke Mahkamah Agung dan lain perkara sederhana lainnya. Tentu hal ini dapat diperdebatkan. Memang nilai ekonomi perkara tersebut kecil, tetapi harga diri, kehormatan bukanlah sesuatu yang sederhana. Tetapi apakah harga diri kehormatan itu tetap besar dibandingkan hubungan darah antara mamak dan kemenakan, atau hubungan sosial persaudaraan antara tetangga yang berbatasan atau warga sekampung. Hal yang sama dalam perkara yang kemudian dipidanakan. Terpidananya seorang suami yang melakukan kekerasan ringan terhadap istrinya. Terpidananya seseorang yang karena bertengkar mengancam tetangganya. Seperti disebutkan terdahulu, di beberapa negara sedang dikembangkan penyelesaian tindak pidana melalui restorative justice  yang memungkinkan perdamaian antara pelaku dan korban (Usman, 2003 : 15) Hal-hal yang disebutkan di atas, adalah contoh-contoh perkara sederhana atau kecil yang sampai ke pengadilan. Dapat diduga, dalam masyarakat kecil bangsa kita, begitu banyak sengketa yang tidak menemukan penyelesaian. Berperkara ke pengadilan tidak mereka tempuh, karena tidak mampu, baik secara ekonomi atau sebab-sebab sosial lainnya (seperti takut dan lain-lain). Bagi mereka yang berposisi kuat ada kemungkinan enggan membawa perkara ke pengadilan. Bukan saja karena pertimbangan biaya, beperkara berarti mempertaruhkan reputasi, kehormatan yang mungkin di rasa lebih berharga dari sengketa itu sendiri, Seandainya di tengah-tengah mereka ada mediator maka sengketa itu dapat menemukan penyelesaian secara memuaskan semua pihak. Perlu juga ditambahkan banyak sekali perkara-perkara sederhana yang tidak terkait dengan harga diri atau kehormatan, misalnya sengketa harga sewa rumah, atau satu unit hunian di apartemen sederhana. Bagi yang menyewakan, memperkarakan ke pengadilan tidak menguntungkan. Bayaran untuk advokat Volume 12 Nomor 2 Juli - Desember 2009 138 lebih mahal dari harga sewa. Bagi yang menyewa tidak ada advokat yang mau membela. Bayarannya terlalu kecil dibandingkan dengan waktu yang harus dipergunakan. Sengketa-sengketa ini akan sangat mudah dan memuaskan apabila diselesaikan melalui mediasi.

PENUTUP
Demikian beberapa catatan mengenai mediasi. Bagi mereka yang pernah mendengar atau membaca tentang mediasi tentulah dapat memahami bahwa mediasi sangat penting untuk dikembangkan, di lain pihak perkembangan itu sendiri berjalan merangkak dengan pelan. Pengetahuan dan kesadaran menyelesaikan sengketa melalui mediasi belum dianggap sebagai alternatif penting untuk menyelesaikan sengketa. DPR dan Pemerintah telah melakukan terobosan sangat penting untuk mendorong pengembangan mediasi. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan industrial, mewajibkan mediasi (bila perlu arbitrase setelah mediasi), untuk menyelesaikan sengketa kerja sebelum diselesaikan melalui putusan pengadilan. Namun hal ini masih perlu disosialisaikan kepada setiap unsur masyarakat, agar mereka tidak tergesa-gesa melaporkan kepada pihak Kepolisian dan langsung diprosesmelalui penuntutan oleh Kejaksaan dan proses pengadilan. Penyelesaian melalui mediasi ternyata lebih sesuai dengan budaya dan adat istiadat bangsa Indonesia, sehingga mencegah adanya konfli keluarga dan masyarakat secara lebih luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar