MEDIASI
SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR PENGADILAN
Sugiatminingsih
STIH Sunan Giri Malang
MEDIATOR
Seperti
disebutkan diatas, mediasi bukan pranata hukum, melainkan pranata sosial.
Karena itu, pekerjaan mediasi bukanlah pekerjaan di bidang hukum, walaupun
pekerjaan paling utama menyelesaikan sengketa hukum. Karena itu mediator tidak
harus ahli hukum. Seorang ahli lingkungan (bukan ahli hukum lingkungan),
seperti seorang ahli biologi, ahli kehutanan dapat menjadi mediator yang sangat
baik menyelesaikan sengketa lingkungan. Syarat utama mediator adalah kemampuan
mengajak dan meyakinkan pihak yang bersengketa untuk mencari jalan terbaik
menyelesaikan sengketa mereka (keahlian dalam teknik mediasi). Seorang ahli
ekonomi dapat menjadi mediator yang baik Mediasi Sebagai Alternatif
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan 137 menyelesaikan sengketa bisnis
dengan berbagai perhitungan resiko ekonomi kalau berperkara ke pengadilan.
Alhasil, pekerjaan mediasi terbuka bagi semua orang, termasuk ulama atau tokoh
masyarakat. Pendekatan sosial atau keagamaan dapat menjadi pangkal tolak menyelesaikan
sengketa keluarga (baik keluarga kecil atau keluarga besar), tanpa harus
menyentuh ketentuan hukum tertentu. Seperti diuraikan di muka, yang harus
disentuh dalam mediasi ada rasa keadilan atau kepatutan.
LINGKUNGAN MEDIASI
Lingkup
mediasi tidak semata-mata perkara besar (dalam arti sosial atau ekonomi),
contoh contoh berbagai perkara sederhana dan atau kecil yang berlanjut sampai
ke Mahkamah Agung dan lain perkara sederhana lainnya. Tentu hal ini dapat
diperdebatkan. Memang nilai ekonomi perkara tersebut kecil, tetapi harga diri,
kehormatan bukanlah sesuatu yang sederhana. Tetapi apakah harga diri kehormatan
itu tetap besar dibandingkan hubungan darah antara mamak dan kemenakan, atau
hubungan sosial persaudaraan antara tetangga yang berbatasan atau warga
sekampung. Hal yang sama dalam perkara yang kemudian dipidanakan. Terpidananya
seorang suami yang melakukan kekerasan ringan terhadap istrinya. Terpidananya
seseorang yang karena bertengkar mengancam tetangganya. Seperti disebutkan
terdahulu, di beberapa negara sedang dikembangkan penyelesaian tindak pidana
melalui restorative justice yang
memungkinkan perdamaian antara pelaku dan korban (Usman, 2003 : 15) Hal-hal
yang disebutkan di atas, adalah contoh-contoh perkara sederhana atau kecil yang
sampai ke pengadilan. Dapat diduga, dalam masyarakat kecil bangsa kita, begitu
banyak sengketa yang tidak menemukan penyelesaian. Berperkara ke pengadilan
tidak mereka tempuh, karena tidak mampu, baik secara ekonomi atau sebab-sebab
sosial lainnya (seperti takut dan lain-lain). Bagi mereka yang berposisi kuat
ada kemungkinan enggan membawa perkara ke pengadilan. Bukan saja karena
pertimbangan biaya, beperkara berarti mempertaruhkan reputasi, kehormatan yang
mungkin di rasa lebih berharga dari sengketa itu sendiri, Seandainya di tengah-tengah
mereka ada mediator maka sengketa itu dapat menemukan penyelesaian secara
memuaskan semua pihak. Perlu juga ditambahkan banyak sekali perkara-perkara
sederhana yang tidak terkait dengan harga diri atau kehormatan, misalnya
sengketa harga sewa rumah, atau satu unit hunian di apartemen sederhana. Bagi
yang menyewakan, memperkarakan ke pengadilan tidak menguntungkan. Bayaran untuk
advokat Volume 12 Nomor 2 Juli - Desember 2009 138 lebih mahal dari harga sewa.
Bagi yang menyewa tidak ada advokat yang mau membela. Bayarannya terlalu kecil
dibandingkan dengan waktu yang harus dipergunakan. Sengketa-sengketa ini akan
sangat mudah dan memuaskan apabila diselesaikan melalui mediasi.
PENUTUP
Demikian
beberapa catatan mengenai mediasi. Bagi mereka yang pernah mendengar atau membaca
tentang mediasi tentulah dapat memahami bahwa mediasi sangat penting untuk
dikembangkan, di lain pihak perkembangan itu sendiri berjalan merangkak dengan
pelan. Pengetahuan dan kesadaran menyelesaikan sengketa melalui mediasi belum dianggap
sebagai alternatif penting untuk menyelesaikan sengketa. DPR dan Pemerintah
telah melakukan terobosan sangat penting untuk mendorong pengembangan mediasi.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan industrial, mewajibkan
mediasi (bila perlu arbitrase setelah mediasi), untuk menyelesaikan sengketa
kerja sebelum diselesaikan melalui putusan pengadilan. Namun hal ini masih
perlu disosialisaikan kepada setiap unsur masyarakat, agar mereka tidak
tergesa-gesa melaporkan kepada pihak Kepolisian dan langsung diprosesmelalui
penuntutan oleh Kejaksaan dan proses pengadilan. Penyelesaian melalui mediasi ternyata
lebih sesuai dengan budaya dan adat istiadat bangsa Indonesia, sehingga
mencegah adanya konfli keluarga dan masyarakat secara lebih luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar